Ketika ASN Hidup Selaras dengan Nilai Agama

Artikel
24 Nov 2022 - 01:05
Share

Mata Iwan Agustiawan Fuad (54) tak berhenti menatap sebuah rumah adat suku Dayak ditemuinya di Kalimantan Utara beberapa waktu lalu. Rumah adat itu memiliki tiga sekat yang membagi fungsi menjadi ruang ibadah, keluarga, dan upacara keagamaan. Konon, bentuk tersebut sudah dipertahankan secara turun-temurun. Keluarga terdahulu mewariskan nilai-nilai kepercayaan yang utamanya menyangkut 'keadilan'. 

Melihat pesan-pesan yang masih lestari hingga saat ini membuat Iwan terkaget. Jika masyarakat Dayak saja bisa melestarikan nilai kepercayaan mereka sedari dulu, ASN juga semestinya demikian. Menurut Iwan, pada dasarnya wajib bagi setiap ASN untuk memegang teguh nilai agama dalam tugas keseharian mereka. Itulah yang menjadi dasar ASN untuk berjalan dengan benar di dalam kehidupan karena mereka sudah mengetahui posisi yang ‘sesungguhnya’. 

“Dia bekerja dalam segala aktivitasnya tetapi dia selalu mengingat kepada Tuhannya. Jadi dia selalu melibatkan Tuhannya kemudian melihat ke Tuhannya dan tujuannya hanya Tuhan. Oleh karena itu, dia tidak tersugesti dengan Tuhan yang lain-lain yang bisa merusak dia, misalnya uang, dunia, kedudukan dan sebagainya,” jelas sosok yang kini menjabat sebagai Asisten KASN Pengawasan Bidang Penerapan Sistem Merit Wilayah 1 itu kepada Humas KASN, Jumat (19/8/2022). 

Iwan menegaskan, ASN yang jauh dari agama akan menimbulkan ketidaktenangan, waswas dan kekhawatiran. Pikiran mereka hanya sebatas mendapatkan keinginan dan kebahagiaan jangka pendek (dunia). Contohnya seperti kecenderungan mengikuti hawa nafsu, sering melanggar aturan, saling cemburu, memfitnah, curiga, arogan, masa bodoh, dan sombong. Hal itu akan membuat suasana kerja menjadi tidak nyaman sehingga kinerja instansi menjadi tidak maksimal dan masyarakat tidak terlayani dengan baik.

“Dari pengawasan KASN kenapa masih ada ASN yang berperilaku tidak baik, karena makna agama belum dipahami dengan benar. Dengan demikian kualitas perilaku yang ada dapat dikatakan menjadi bagian indeks spiritualitas ASN dalam instansi,” terang lulusan Ekonomi dan Manajemen Universitas Indonesia itu. 

Sebaliknya, pemahaman makna agama yang benar melahirkan sikap disiplin, jujur, terbuka, santun, bersungguh-sungguh, melayani maksimal, ikhlas bekerja dan kebaikan-kebaikan lain yang menjadi ukuran standar perilaku bagi seorang ASN yang beragama. Mereka akan berfokus kepada pencapaian kinerja dan capaian target serta pengembangkan diri. Selain itu, mereka juga selalu bersyukur atas apa yang telah disediakan dan terus meyakini bahwa Tuhan adalah segalanya dalam dirinya. 

“Hidupnya akan berkah, bukan banyak kekayaan atau berkelimpahan dunia, tetapi merasa cukup atas segala yang diberikan, tidak ada rasa iri dan dengki atau adanya keinginan untuk mengambil yang bukan haknya. Ketika banyak ASN yang beragama dengan baik, akan berdampak dalam Instansi di mana dia bekerja,” papar sosok kelahiran 10 Agustus 1968 itu. 

Jujur Jadi Nilai Kunci

Di tengah keberagaman Indonesia, mewujudkan implementasi nilai agama bagi sebagian orang mungkin terasa sulit. Namun, keberagaman tersebut sebenarnya bukanlah tantangan karena pada dasarnya semua agama mengajarkan kebaikan. Setiap agama mengajarkan nilai-nilai supaya siapapun bisa menjadi individu yang baik. 

Di antara nilai-nilai agama yang ada itu, Iwan menyebut kejujuran menjadi yang utama. Sifat jujur dapat membantu melahirkan perilaku baik lainnya. Sebab, hal itu membuat seseorang mengakui kelemahan dan kekurangannya sehingga mau berubah. “Jujur terbentuk ketika ASN dekat dengan Tuhannya sehingga serasi antara kata dan perbuatan. Keserasian ini karena memandang jelas Tuhan sebagai tujuannya,” ujar Iwan. 

Dari nilai jujur kemudian lahir sikap disiplin. Ini mutlak diterapkan setiap ASN. Disiplin membentuk ASN yang patuh terhadap segala peraturan sehingga mengantarkan mereka pada esensi yang sebenarnya tentang keberadaan ASN. Makin tinggi tingkat disiplin ASN, makin dapat ditekan berbagai pelanggaran yang acapkali terjadi. 

Di samping itu, keteladanan–hal yang dibutuhkan setiap ASN–juga terbentuk dari nilai kejujuran. Ketika seorang pimpinan dapat menjadi teladan yang baik para pegawainya maka nilai-nilai agama akan mudah terbentuk. Nilai ini tentunya menurut Iwan  selaras dengan apa yang telah digaungkan Presiden Joko Widodo, yaitu core values Ber-AKHLAK. 

“Metode yang tepat dalam membangun core values Ber-AKHLAK bagi ASN adalah keteladanan. Agama menegaskan bahwa pemimpin yang baik itu adalah pemimpin yang menjadi teladan kebaikan, mengajak seluruh yang dipimpin selamat di dunia dan akhirat, dan bekerja untuk kemuliaan dirinya di hadapan Tuhannya.” 

Bagaimana Membumikan Semangat Beragama di Lingkungan ASN?

Kata Iwan, untuk membumikan semangat beragama di kalangan ASN harus dimulai adanya perasaan yang sama antara pimpinan dan pegawai bahwa agama itu penting. Guna membentuk pemahaman tersebut bisa dilakukan dengan: a) melakukan muhasabah (introspeksi) secara rutin; b) menyediakan tempat ibadah yang nyaman; dan c) menghadirkan kalimat motivasi beragama. 

“Kemudian, ada satu kondisi yang saling mengingatkan. Kalau di dalam manajemen, yang kita kenal ada dialog antar-pimpinan. Lalu ada kode etik dan kode perilaku yang memang dijadikan budaya dan dibentuk sehingga suasana orang untuk dekat dengan Tuhan itu dituntun,” imbuh Iwan. 

Meski begitu, itu semua tidak cukup sebenarnya bagi sosok yang pernah berkarier di Badan Wakaf Indonesia itu. Seberapa jauh ASN mengimplementasikan nilai-nilai agama juga perlu diukur. Hal itu sekaligus untuk membuktikan korelasi tingkat implementasi agama dengan capaian kinerja. “Indikasi ketika agama baik, maka pelanggaran disiplin akan semakin kecil, dan sebaliknya ketika agama hanya formalitas dan tidak sungguh-sungguh dikenal dan dipahami, maka pelanggaran akan banyak dan semakin terus meningkat, catatan pelanggaran disiplin hanya sebagai pemenuhan kewajiban pengukuran indeks instansi,” pungkas Iwan. (NQA/HumasKASN)