Sulitnya Internalisasi Kode Etik Dalam Birokrasi Pemerintah

Berita
16 Nov 2019 - 04:04
Share

Mengawali diskusi, Komisioner KASN Sri Hadiati memberikan pengantar betapa sulitnya menerapkan dan menginternalisasi kode etik dan kode perilaku dalam birokrasi di suatu instansi pemerintah. Seringkali ditemukan beratnya melaksanakan aturan-aturan etika tersebut, yang tak semudah membuatnya.

“Jika kita sudah punya aturan kode etik, akan butuh perjalanan panjang untuk menginternalisasikannya ke dalam organisasi, dan bahkan untuk menjadikannya budaya,” tutur Sri Hadiati.

 

image1

 

Kemudian Sri Hadiati menceritakan pengalamannya saat memimpin di instansi lamanya Lembaga Administrasi Negara (LAN) dalam menanamkan rasa cinta dan nasionalisme terhadap bangsa dan negara dengan memutarkan lagu-lagu perjuangan nasional yang diperdengarkan ke setiap ruangan di kantornya pada pagi hari dan lagu-lagu daerah di sore harinya.

Terkait dengan sulitnya menanamkan budaya etik, Sri Hadiati mengeluhkan banyaknya ASN yang hanya mengetahui dan memahami aturan namun tidak memiliki perhatian dalam pelaksanaannya.

“Kita terlalu banyak knowing tapi bukan being. Kalau kita diujikan pengetahuan tentang kode etik, mungkin nilainya bagus, tapi setelah dihadapkan pada studi kasus jadi bingung, sulit dan susah,” demikian ungkap Sri Hadiati.

Sementara itu, Chandra S Reksoprodjo dari KPK mengemukakan pentingnya prinsip zero tolerance dalam penegakan disiplin kode etik di internal organisasi dalam semua level manajemen, mulai dari pucuk pimpinan yang paling atas sampai staf paling bawah, sehingga konsistensi akan terbangun dengan baik.

“Jangan sampai ada perlakuan diskriminatif terhadap pelanggaran kode etik, sehingga nanti akan muncul komplain. Lho kok pegawai yang disana tidak dihukum atau kok kalau pimpinan tidak kena sanksi, dan sebagainya,” ujar Chandra.

Sedangkan Asep Arofah Permana dari Kementerian PUPR yang menjadi pembicara terakhir menyampaikan salah satu nilai kode etik yang saat ini telah ditanamkan di kantornya yakni tidak boleh menerima tamu seorang diri terlebih lagi bila itu terkait dengan proyek yang sedang dikerjakan oleh pegawainya.

“Yang menjadi kelebihan dan unggulan kami sekarang ini, bila akan menemui tamu harus dengan pendamping. Meskipun pendampingnya hanya sekedar duduk dan mendengarkan,” ungkap Asep Arofah.